TAJUKNEWS.COM/ Denpasar. -- Praktisi Hukum, Gede Pasek Suardika menegaskan bahwa Surat Edaran (SE) gubernur tidak bisa dijadikan landasan untuk memberikan hukuman bagi masyarakat dan pelaku usaha dari semua level. Gede menjelaskan, SE tidak berada dalam klaster perundang-undangan sehingga tidak bisa digunakan untuk menjatuhkan sanksi.
"SE itu sebenarnya masuk ke dalam rumpun administrasi negara yang posisinya berada di level kebijakan. Di dalam beberapa ketentuan yang ada, SE itu setara dengan nota dinas," kata Gede Pasek seperti dikutip dalam akun media sosialnya.
Hal tersebut diungkapkan menyusul polemik yang timbul menyusul penerbitan SE nomor 9 tahun 2025 tentang gerakan Bali bersih sampah. Dia menilai ada kejanggalan dalam SE yang dikeluarkan Gubernur Bali, Wayan Koster berkenaan dengan larangan dan sanksi dalam surat tersebut.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan berkaitan dengan pelarangan penggunaan plastik dan produksi serta distribusi air kemasan di bawah 1 liter. Dia mengatakan, SE bersifat diskresi secara internal untuk memberikan arahan tertentu sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan ancaman sanksi dalam SE dimaksud.
"Jadi itu kalau sampai nanti dijatuhkan sanksi bisa digugat. Meski penguasa juga tetap bisa digugat," kata Gede Pasek.
Mantan anggota DPR RI ini bahkan siap menjadi kuasa hukum bagi masyarakat manapun yang dikenakan sanksi berlandaskan SE tersebut. Dia menegaskan bahwa jasa konsultasi itu akan diberikan dengan gratis.
"Kalau ada pedagang pasar nggak boleh pake tas kresek, trus kalau pake nanti mau apa? mau ditutup? itu nggak bisa. Gubernur nggak bisa menutup usaha orang yang sudah memiliki hanya karena SE," katanya.
Meski demikian, dia mengaku mendukung rencana gubernur untuk mengurangi sampah di Bali. Namun, sambung dia, hal tersebut harus dilakukan dengan benar dan tidak merugikan semua pihak apalagi memberikan sanksi dengan tidak berlandaskan acuan hukum yang jelas.
Mantan politisi partai Demokrat ini menegaskan, Gubernur Koster seharusnya membentuk kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sebelum mengeluarkan SE. Menurutnya, pengentasan sampah akan lebih efektif apabila masyarakat bisa mengendalikan diri agar tidak membuang sampah sembarangan.
"Seharusnya, gubernur itu ada uang, aparat dan lain-lain ya itu seharusnya dipakai buat bersihin sampah plastik. Nah abis itu masyarakat diberikan penyadaran dan pendidikan agar dalam social engineering berubah cara dia berpikir sehingga dia bisa mengikuti keinginan kita mengurangi limbah plastik," katanya.
Lebih jauh, politisi Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ini melanjutkan kalau pemerintah seharusnya juga membentuk infrastruktur yang merata sebelum mengimplementasikan kebijakan. Dia mengatakan, pemerintah seharusnya menempatkan fasilitas air isi ulang di tempat-tempat strategis.
"Harusnya sediakan juga alternatif sebelum mengarahkan masyarakat begini-begitu, sudahkan gubernurnya menyiapkan isi ulang di semua instansinya? atau air PDAMnya sudah layak nggak? kalau nggak ada infrastrukturnya gimana masyarakat mau cari minum. Inikan menyulitkan masyarakat mau cari minum," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah provinsi (pemprov) Bali telah menerbitkan SE Gubernur nomor 9 tahun 2025 tentang gerakan Bali bersih sampah. Salah satu klausul menjadi sorotan terkait pelarangan produksi dan distribusi dalam SE tersebut menuai kontra karena dinilai bakal merugikan publik, masyarakat adat dan pariwisata Bali.
"Jadi siapkan dulu jaring pengamannya baru buat SE dan ajak masyarakat berubah. Jangan buat SE berbau perundang-undangan dengan ancaman lalu semua ditakuti sehingga semua ketakutan. Ini bukan kerajaan tapi rumpun demokrasi," Pungkasnya.
@Sonny/Tajuknews.com/tjk/04/2025.