|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024

Polemik SE Gubernur Bali, DPR: Poin Pelarangan Produksi dan Distribusi Air Minum Kemasan Harus Dihilangkan

 

Anggota Komisi VII DPR RI, Eva Monalisa mendukung inisiatif Gubernur Bali yang mengeluarkan SE gerakan Bali bersih sampah, Jakarta,20/04/2025. Namun ia menyayangkan adanya pasal yang melarang produksi dan distribusi air minum kemasan. ©Sonny/Tajuknews.com/tjk/04/2025.
 

TAJUKNEWS.COM/ Jakarta. -- Anggota Komisi VII DPR RI, Eva Monalisa mendukung inisiatif Gubernur Bali yang mengeluarkan SE gerakan Bali bersih sampah, namun ia menyayangkan adanya pasal yang melarang produksi dan distribusi air minum kemasan. Karenanya ia meminta Gubernur Bali, Wayan Koster untuk menghilangkan himbauan pelarangan produksi dan distribusi air minum kemasan dalam Surat Edaran (SE) nomor 9 tahun 2025. Dia menilai, SE tersebut akan membuat masyarakat dan wisatawan Bali kehilangan kenyamanan sehingga mengganggu arus pariwisata dan ekonomi di Pulau Dewata.


"Artinya SE ini perlu dievaluasi dengan mengeluarkan poin pelarangan produksi dan distribusi air kemasan. SE ini sebenarnya baik tetapi klausul pelarangan ini yang harus dihilangkan karena akan berdampak pada pergerakan ekonomi," kata Eva Monalisa di Jakarta, Kamis (17/4/2025).


Dia melanjutkan, pelarangan produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter ini akan mematikan industri UMKM yang bergerak di bidang tersebut. Dia menjelaskan, UMKM bisa jadi terpaksa melakukan efisiensi dan pemutusan hubungan kerja karena tidak bisa beroperasi sehingga kehilangan pemasukan. 


Kalau sudah begitu, sambung dia, masyarakat yang bekerja dalam industri tersebut akan kehilangan mata pencaharian dan sulit memenuhi kebutuhan mereka. Legislator fraksi PKB ini menjelaskan bahwa dari pada melarang produksi dan distribusi air kemasan lebih baik mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sambil meningkatkan industri daur ulang di Bali. 


Dia melanjutkan, pengelolaan sampah juga harus ditingkatkan sehingga sampah bisa diproses dengan maksimal. Lebih jauh, Eva mengatakan bahwa limbah plastik kemasan air masih memiliki nilai ekonomis sehingga bisa didaur ulang dibanding kemasan plastik lainnya apalagi sachet. 


Dia melanjutkan, pemerintah Bali seharusnya juga bisa membuat pandangan masyarakat agar tidak melihat botol air kemasan sebagai limbah setelah digunakan. Dia mengatakan, botol-botol itu bisa menjadi bisnis karena bisa didaur ulang menjadi banyak produk baru termasuk pakaian serta industri daur ulangnya juga bisa membuka peluang ekonomi bagi masyarakat luas.


"Jadi apa yang dikhawatirkan dari limbah plastik itu sebenarnya tidak tepat karena limbah itu bisa menjadi peluang bisnis yang baru. Artinya edukasi lebih penting dibanding pelarangan distribusi dan produksi," kata Eva lagi.


Anggota DPD asal Bali, Ni Luh Djelantik menegaskan bahwa pemerintah tidak seharusnya mengeluarkan aturan yang mengganggu pendapatan UMKM, pariwisata, kegiatan adat, upacara dan lain-lainnya. Dia meminta pemerintah mengkaji lagi SE tersebut, termasuk berkenaan dengan produksi dan peredaran AMDK di bawah 1 liter.


"Tidak semua orang kuat bawa air botolan 1,5 liter. Tetapkan saja air kemasan botol minimal 650ml dan berikan aturan tegas bagaimana botol itu harus dikelola, sudah sangat membantu memerangi sampah plastik," katanya.


Seperti diketahui, pemerintah provinsi (pemprov) Bali telah menerbitkan SE Gubernur nomor 9 tahun 2025 tentang gerakan Bali bersih sampah. Kendati, klausul pelarangan produksi dan distribusi dalam SE tersebut menuai kontra karena dinilai bakal merugikan publik, masyarakat adat dan pariwisata Bali.


©Sonny/Tajuknews.com/tjk/04/2025.

#segubernurbali #iwayankoster #amdk

Komentar

Berita Terkini