TAJUKNEWS.COM/ Jakarta. - Pelarangan produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah satu liter memunculkan masalah baru bagi para industri daur ulang plastik di Bali yang bisa mengalami kekurangan pasokan bahan baku. Apalagi, botol AMDK ukuran di bawah satu liter itu banyak diminati para pelaku usaha di industri daur ulang plastik.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Eddie Supriyanto, mengatakan botol air mineral di bawah satu liter itu saat ini material yang banyak dicari dan diolah dengan ketat oleh para industri daur ulang plastik. “Jadi, dengan adanya pelarangan terhadap para pengusaha AMDK untuk memproduksi AMDK ukuran di bawah satu liter oleh Pemprov Bali, otomatis akan berdampak terhadap pasokan bahan baku daur ulang plastik,” katanya.
Dia menyebut Surat Edaran (SE) Gubernur Bali yang melarang produsen untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter itu sangat merugikan anggota-anggota ADUPI yang ada di Bali dalam melakukan kegiatan bisnisnya. “Sangat merugikan anggota ADUPI yang ada di Bali karena akan mengubah tatanan bisnis daur ulang mereka,” ungkapnya.
Menurutnya, dengan adanya pelarangan itu, ada kekhawatiran masyarakat tak bisa melakukan usaha daur ulang dari mengumpulkan, memilah, dan lainnya. “Akibatnya, akan ada penurunan produksi karena bahan sulit didapat, dan pemulung susah,” tuturnya.
Menurutnya, Pemprov Bali itu seharusnya cukup melakukan pengelolaan sampah di wilayahnya sesuai Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan bukan pelarangan untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter. “Dilakukan pemilahan kemudian dikumpulkan, dan melibatkan beberapa sektor ekonomi di sana, ada pemulung, bank sampah, dan sebagainya. Ketika betul-betul dilakukan pemilahan maka pasokan plastik yang konon katanya plastik ini sangat mencemari lingkungan dan banyak berserakan itu bisa terminimalisir dan bisa terserap di industri daur ulang,” ucapnya.
Jadi, sebetulnya menurut Eddie, yang harus dioptimalkan itu adalah pemilahan dari sumber sampahnya. “Dan ketika tidak melakukan pemilihan, ya dikenakan sanksi,” tukasnya.
Kemudian kalau pemilahan sampah rumah tangga, kata Eddie, Pemprov Bali cukup menyerahkannya saja ke aparat desa. Jadi, lanjutnya, otonomi desalah yang akan mengelola sampahnya. “Karena, kan mereka yang tahu warganya. Kemudian ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran mereka lebih paham. Jadi, memang disayangkan ya surat edaran Gubernur Bali itu yang melakukan pelarangan seperti itu. Padahal ada cara lain yang masih bisa dilakukan,” ujarnya.
Sementara, Perwakilan ADUPI Bali, Tony Manusama, mengatakan pelarangan yang dilakukan Gubernur Bali terhadap produksi AMDK di bawah satu liter itu bukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah sampah plastik di Bali. “Surat Edaran itu dikeluarkan karena Gubernur Bali sudah kebingungan dan panik dalam menangani sampah di wilayahnya. Tapi sebuah kekeliruan untuk bisa mengatasi sampah plastik dengan melarang-larang seperti itu yang malah berdampak terhadap perekonomian di Bali,” tegasnya.
@Sonny/Tajuknews.com/tjk/04/2025.