TAJUKNEWS.COM/ Jakarta – Peneliti dan Dosen Teknik Lingkungan Universitas Bakrie Aqil Azizi mengkritisi keberadaan galon sekali pakai, karena dianggap hanya menambah persoalan baru di masyarakat. Menurutnya produk sekali pakai dengan ukuran besar seperti galon belum menjadi solusi yang efektif, sebaliknya malah membuat masalah lain karena limbahnya banyak digunakan ulang, seperti dijadikan wadah air minum, wadah air cuci piring, wadah minyak kelapa, pot tanaman, dan lain sebagainya.
“Tetapi memang ini masih menjadi perdebatan antara menggunakan yang kecil. Yang kecil kan orang berfikirnya semakin banyak sampahnya kalau kita buat yang kecil-kecil. Makanya dibuat saja yang besar sekalian, biar jumlahnya tidak terlalu banyak.
"Tapi itu juga antara satu penyelesaian masalah dengan solusinya itu malah membuat masalah lainnya”. ujar Aqil Azizi dalam Webinar bertajuk Bulan Lingkungan Hidup Sedunia mengenai Bahaya Plastik Bagi Lingkungan & Makhluk Hidup yang diselenggarakan oleh Bakrie Center Foundation (BCF) di Jakarta, Jumat yang lalu, 30/06/2023.
Dia mengutarakan alasan produsen yang menganggap bahwa kemasan kecil akan lebih mudah dibuang dan berserakan tidak membuat kemasan besar juga menjadi solusi pengurangan limbah plastik kemasan. “Yang besar juga belum menjadi solusi yang efektif untuk terbebas dari mikroplastik dan lain sebagainya,” tambah Aqil.
Senada dengan Aqil, Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo, Margaretha Subekti mengatakan bahwa ia sering kali mendapati galon sekali pakai digunakan ulang menjadi wadah untuk menampung air.
"Tak sedikit juga yang menjadikan galon sekali pakai menjadi wadah minyak kelapa murni dan kemudian dijual ke konsumen. Margaretha berharap agar masyarakat Labuan Bajo bisa lebih bijak dalam menggunakan kemasan dan stop menggunakan kemasan sekali pakai.
“Bahkan dipakai untuk air minum mereka. Selain itu juga untuk menampung hasil produk minyak olahan, seperti misalnya minyak kelapa murni. Minyak kelapa murni itu dimasukkan di galon-galon besar itu.
Ini yang menjadi keresahan kita juga. Edukasi untuk pengusaha rumahan karena mereka menggunakan galon sekali pakai itu untuk air minum mereka, hasil produk mereka, ini menyedihkan untuk saya,” ujarnya.
Sebelumnya, Ujang Solihin Sidik atau yang biasa dipanggil Uso, Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai dinilai telah salah menafsirkan Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah, khususnya yang terkait dengan ketentuan ukuran kemasan yang diwajibkan minimal 1 liter.
"Terbukti, ukuran galon sekali pakai ini telah menjadi persoalan di masyarakat untuk mengelola sampahnya.
“Itu sebetulnya bukan arahan untuk membuat kemasan segede-gede gaban. Itu keliru membacanya. Ukuran minimal itu untuk menghindari kemasan yang terlalu kecil sehingga sulit untuk dikumpulkan. Tapi bukan artinya membuat kemasan segede-gede gaban. Ini sudah menjadi fakta di lapangan. Saya pun menemukan dekat rumah saya sendiri galon-galon yang sekali pakai itu akhirnya diisi lagi dengan air dan dijejeri untuk jagai taman di rumah,” tuturnya.
Bukan hanya itu, menurut pengakuan Uso, dia juga melihat bekas galon-galon sekali pakai itu akhirnya diisi air untuk menjaga tempat parkir di kampus Universitas Indonesia (UI). “Ini jelas sangat keliru dan kami sedang approach ke produsen supaya mereka bertanggung jawab dengan kondisi ini,” ucapnya.
Jadi, kata Uso, produsen yang membuat dan memasarkan AMDK galon sekali pakai harus mempunyai kewajiban untuk menarik kembali sampahnya untuk didaur ulang menjadi galon baru. “Itu yang sedang kami kejar untuk produsen ini. Karena, di lapangan sampah galon sekali pakai ini sudah sudah terbukti menjadi persoalan,” katanya.
@Sonny/Tajuknews.com/tjk/07/2023.
#GalonSekaliPakai #BalonLingkunganHidupSedunia