TAJUKNEWS.COM, Jakarta. - Kandungan senyawa Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) kembali memakan korban. Kandungan tersebut diketahui menjadi penyebab meninggalnya satu orang anak yang berdomisili di Pasar Rebo, DKI Jakarta pada Rabu (1/2) pekan lalu. Ternyata kemasan Galon Sekali Pakai PET juga ada potensi luruhan EG/DEG.
Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinkes DKI, Ngabila Salama mengaku tengah mengumpulkan informasi terkait insiden tersebut. Korban meninggal merupakan salah satu dari dua orang anak yang menderita gangguan gagal ginjal akut pada anak (GGAPA).
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengkritik langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tidak melakukan pengusutan secara tuntas terhadap kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Pengusutan yang tak tuntas pada kasus gagal ginjal yang terjadi di periode Juli-September 2022 itu membuat seorang anak kembali meninggal dunia di Jakarta.
Dinkes meneliti ambang batas aman cemaran EG/DEG pada bahan baku Propilen Glikol telah ditetapkan kurang dari 0,1 persen, sedangkan ambang batas aman untuk cemaran EG dan DEG pada sirop obat tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Masyarakat juga perlu berhati-hati dengan kandungan senyawa EG/DEG yang telah menyebabkan 200 dari 324 pasien meninggal dunia per November 2022. Kandungan senyawa EG/DEG bukan hanya terdapat pada campuran obat sirup, tetapi juga pada kemasan plastik berbahan PET atau plastik bening sekali pakai, termasuk kemasan galon sekali pakai.
Galon jenis tersebut juga jauh lebih rentan terhadap suhu panas karena dapat mengeluarkan antimoni yang bersifat karsinogenik. Kemasan galon sekali pakai terdapat kandungan mikroplastik yang apabila dikonsumsi dalam jangka panjang maka berpotensi berisiko tinggi bagi kesehatan manusia.
Berkenaan dengan hal tersebut, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) meminta masyarakat agar lebih bijak memilih kemasan pangan yang aman. EG dan DEG yang ada dalam kemasan pangan itu bisa saja terlepas ke dalam produknya, apalagi banyak para pedagang yang menjual kemasan-kemasan ini dengan meletakkannya di panas matahari alias dijemur.
"EG dan DEG ini harusnya bahan kimia yang ada di industri sebagai antibeku dan lain-lain, tapi ternyata ada juga di kemasan segala macam. Yang jelas, zat-zat ini bisa membahayakan kesehatan anak-anak di Indonesia," kata Pengurus PDUI, Catherine Tjahjadi.
Dia mengatakan, resiko akan semakin tinggi apabila galon sekali pakai ini diisi ulang berkali-kali. Dia menjelaskan bahwa EG dan DEG ini merupakan zat yang tidak berwarna dan tidak berbau tetapi rasanya manis.
"Masyarakat harus jeli dan meningkatkan awareness atau kesadaran, yang dimulai dari keluarga dulu untuk lebih aware dengan kemasan-kemasan yang mengandung bahan kimia ini," katanya.
Dia melanjutkan, kandungan EG/DEG menghantui kesehatan anak karena zat kimia tersebut sangat mengganggu keseimbangan asam dan basa di dalam tubuh.
Dia menjelaskan, EG/DEG akan membentuk senyawa yang disebut glycolic acid atau asam glikolat saat tertelan ke dalam tubuh. Asam inilah yang bisa mengganggu keseimbangan asam basa dalam tubuh si anak sehingga menyebabkan kondisi yang disebut asidosis metabolik atau ketidakseimbangan asam basa di dalam tubuh.
Dia melanjutkan, karena terjadi asidosis metabolik, asam glikolat yang terbentuk saat EG dan DEG tertelan juga diubah menjadi oksalat. Oksalat ini kemudian berikatan dengan kalsium membentuk kalsium oksalat.
"Nah, inilah yang kalau jumlahnya banyak dan menumpuk bisa bikin gangguan dari organ tubuh di otak, paru-paru, ginjal dan sebagainya," paparnya.
Keracunan EG/DEG juga bisa berdampak pada saraf, layaknya keracunan etanol. Gejala yang timbul yakni mengantuk, linglung, gelisah, bicara melantur, dan disorientasi seperti orang mabuk.
"Nah, kenapa yang lebih disorot itu ke gangguan ginjalnya, karena gejalanya yang ke ginjal itu lebih spesifik, jadi mungkin itu yang lebih mudah terlihat sama dokter," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Nasional Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait, juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan peringatan berupa pelabelan ‘berpotensi mengandung etilen glikol’ terhadap kemasan-kemasan pangan berbahan EG dan DEG ini. Komnas Anak melihat banyak produk plastik yang salah satunya adalah galon sekali pakai yang dikonsumsikan oleh anak-anak, baik bayi dan balita.
"Karenanya, kami akan terus mengkampanyekan bahaya etilen glikol ini ke masyarakat. Semua produk yang digunakan oleh rumah tangga dalam bentuk plastik termasuk galon sekali pakai itu harus ada peringatan bahwa kemasan itu mengandung etilen glikol pada labelnya," katanya.
Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menegaskan bahwa kemunculan kembali kasus GGAPA akibat EG/DEG menjadi alarm keras bagi semua pihak. Dia menagih keseriusan yang dijanjikan pemerintah untuk menangani kasus ini agar kembali tidak terulang.
Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini menagih keseriusan BPOM untuk melakukan investigasi jika memang ternyata benar pasien mengonsumsi obat-obatan sirup yang sudah masuk daftar aman oleh BPOM. Menurutnya, jika korban benar mengonsumsi obat yang masuk daftar aman maka BPOM patut dimintai pertanggungjawaban.
"Tolong, ini menyangkut nyawa anak-anak, bukan main-main," katanya.
Anggota Komisi IX lainnya, Rahmad Handoyo meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang menggunakan bahan EG/DEG dalam proses pembuatannya. Penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung EG/DEG ini sangat diperlukan meskipun sudah diberikan izin edar mengingat terus berkembangnya ilmu pengetahuan.
Menurutnya, BPOM jika perlu mencantumkan potensi bahaya EG dalam galon kemasan PET. Dia mengingatkan, karena kandung EG/DEG itu bisa menyebabkan bahaya kesehatan pada anak-anak.
"BPOM perlu melakukan suatu kajian atau penelitian lagi untuk mengetahui kadar etilen glikol di dalam produknya," katanya
@Sonny/Tajuknews.com/tjk/02/2023.