|
Banyaknya kasus AKP migran Indonesia menunjukan masih lemahnya perlindungan yang mereka dapat, |
TAJUKNEWS.COM, Jakarta. - Baru-baru ini Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis Laporan Perdagangan Orang (TIP report) tahun 2021 yang menempatkan Indonesia pada tier 2. Posisi ini tidak berubah dari laporan tahun lalu. Yang berbeda adalah laporan tahun ini cukup banyak memuat informasi dan narasi tentang kasus Awak Kapal Perikanan Indonesia migran yang menjadi korban kerja paksa dan perdagangan orang di kapal ikan Tiongkok.
Laporan tersebut, sejalan dengan laporan Fishers Center yang menyebutkan sepanjang tahun 2020, terdapat 40 laporan pengaduan yang dilakukan AKP kepada Fishers Center dan 64,32% merupakan kasus AKP Indonesia yang bekerja di kapal ikan luar negeri. Banyaknya kasus AKP migran Indonesia menunjukan masih lemahnya perlindungan yang mereka dapat. Perlindungan tersebut berawal dari keterbatasan informasi, sistim rekruitmen awal sebelum bekerja, pada saat bekerja, bahkan setelah mereka selesai bekerja.
Field fasilitator DFW Indonesia untuk proyek SAFE Seas, Januar Triadi mengatakan bahwa awak kapal perikanan merupakan pekerjaan rentan dan beresiko tinggi. “Mereka rentan tereksploitasi dan terjebak penipuan, pemalsuan dokumen, kontrak kerja, upah yang tidak dibayarkan, dan waktu kerja yang panjang” kata Januar. Oleh karena itu, upaya perlindungan AKP perlu dilakukan pada tingkat desa atau berbasis masyarakat melalui kampanye dan edukasi pada wilayah yang menjadi basis dan kantong AKP saat dihubungi, diTegal, 29/07/2021.
“Sejak awal tahun 2021, kami mendorong terbangunnya sistim perlindungan awak kapal perikanan berbasis masyarakat melalui pembentukan kelompok kader pelindungan awak kapal perikanan di desa Kramat, Kecamatan. Kramat, kabupaten Tegal, Jawa Tengah” kata Januar. Kelembagaan kelompok kader tersebut tertuang melalu Surat Keputusan Kepala Desa Kramat No 04/02/2021 yang dikeluarkan pada tanggal 23 Februari 2021.
Ketua kelompok kader pelindungan awak kapal perikanan desa Kramat, Sopan mengatakan bahwa saat ini kelompok kader desa Kramat berjumlah 12 orang yang berasal dari berbagai unsur masyarakat. “Kelompok kader merupakan perwakilan awak kapal perikanan, keluarga ABK AKP, karang taruna, PKK, pemerintah desa/kelurahan, RT/RW, serta warga yang peduli pada isu kerja paksa dan perdagangan orang” kata Sopan.
Sopan mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi dan edukasi perlindungan ABK pada kegiatan-kegiatan di desa seperti pada rapat PKK, pengajian desa, membuat materi kampanye pelindungan AKP pada khotbah sholat Jumat. “Kami juga telah telah melakukan pendataan jumlah AKP desa Kramat by name by address dan menyusunnya dalam database AKP” kata Sopan. Selain itu, kelompok ini telah membuat format pelaporan berbentuk logbook untuk mendokumentasikan kasus dan pelaporan yang menimpa AKP. "Pengaduan ABK akan kami catat, kami telah, fasilitasi dan rujuk kepada Fishers Center atau lembaga terkait agar dapat ditindaklanjuti penyelesainnya" kata Sopan
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh kelompok kader Desa Kramat, saat ini terdapat sebanyak 674 orang warga yang berprofesi sebagai AKP (ABK dan nakhoda) dari 6280 orang warga per 2021 atau mencapai lebih dari 10% dari total warga di Desa Kramat. Data yang dihimpun tersebut melingkupi 3 wilayah RW dan 21 wilayah RT yang berada di Desa Kramat. Pendataan tersebut mencakup distribusi usia, pendidikan, jenis AKP (dalam negeri atau migran), serta jabatan AKP.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa desa dan kelurahan mestinya menjadi ujung tombak perlindungan awak kapal perikanan di Indonesia. “Hal ini sesuai ketentuan UU 17/2018 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia terutama pada pasal 42 yang memberi kurang lebih 5 poin penugasan kepada pemerintah desa dan kelurahan” kata Abdi. Keberadaan kelompok kader ini akan membantu dan bersinergi dengan pemerintah desa untuk melakukan verifikasi data dan pencatatan calon pekerja migran Indonesia. “Kontribusi data dari kelompok kader desa Kramat sangat penting bagi pemerintah desa untuk menyusun program pelindungan AKP agar tepat sasaran dan mencegah mereka terjebak dalam praktik kerja paksa dan perdagangan orang” kata Abdi.
Seperti diketahui SAFE Seas Project yang didukung oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) berupaya memperkuat perlindungan awak kapal perikanan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong rantai pasokan yang adil dan transparan dalam industri perikanan di antara sektor swasta dan pemerintah. SAFE Seas Project bekerja sama dengan Yayasan Plan Internasional Indonesia dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebagai mitra pelaksana.
@Sonny/Tajuknews.com/tjk/Juli/2021.