Kementerian PUPR Basuki Hadimuljono beserta jajarannya lakukan rapat dengan anggota komisi IV DPR RI. Foto ; Istimewa |
TAJUKNEWS.COM, Jakarta. - Belum masuknya RPP turunan UU SDA dalam Prolegnas diketahui dari Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Charisal Akdian Manu.
Ini artinya, pemerintah belum mengajukan kepada DPR untuk dimasukkan dalam Prolegnas. Menurut Charisal RPP itu masih berproses di tingkat tim teknis, yang terdiri dari Direktorat SDA dan Akademisi.
"Belum sampai di Sesditjen SDA. Dan belum masuk dalam Prolegnas, karena masih fokus ke RUU Cipta Kerja,” kata Roga, sapaan akrab Sesditjen SDA dalam keterangan tertulis yang diterima Tajuknews.com, Selasa (4/8/2020).
Namun, Roga menyampaikan pihaknya tetap menyusun RPP turunan UU 17 Tahun 2019 tentang SDA itu. “Mudah-mudahan Desember bisa dibahas di tingkat Kementerian dan Lembaga. Tahun 2021 proses harmonisasi,” lanjutnya.
Sesuai arahan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, pihaknya diminta untuk tetap menyiapkan RPP terlebih dahulu. Baru setelah UU Cipta Kerja disahkan, RPP tersebut akan disesuaikan menjadi PP. "Sementara ini publik memakai aturan yang ada, baik PP maupun Permen PUPR,” terangnya.
Pembahasan RPP Undang-Undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) akan melewati tiga tahapan sebelum disahkan pada 16 Oktober 2021 mendatang. Ketiga tahapan itu meliputi tahap pertama di internal Ditjen SDA dan Ditjen Cipta Karya dengan melibatkan akademisi, kedua di internal Kementerian PUPR, dan ketiga tahap harmonisasi dengan melibatkan praktisi, akademisi, asosiasi, dan lain-lain.
Mengenai urutannya, Roga mengatakan bahwa untuk pengusaha swasta dan perorangan itu berada pada urutan paling terakhir dengan kajian yang ketat.
Terkait adanya 23 pasal dari UU No.17 Tahun 2019 tentang SDA yang terkena dampak akan dihapuskan dengan munculnya RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas di Baleg DPR saat ini, Roga mengatakan pihaknya terus menyusun RPP berdasarkan UU yang sah. Sembari menunggu RUU Cipta Karya selesai dibahas.
"Nanti jika RUU-nya sudah disahkan, kita tinggal sesuaikan. Itu supaya kita tidak kehilangan waktu”.
Tapi Roga menyampaikan pihaknya juga sedang berkoordinasi dalam penyusunan RPP Cipta Kerja. Di antaranya menyusun Kebijakan Nakal PSDA dan Anggota Dewan SDA Nasional.
Ini artinya, pemerintah belum mengajukan kepada DPR untuk dimasukkan dalam Prolegnas. Menurut Charisal RPP itu masih berproses di tingkat tim teknis, yang terdiri dari Direktorat SDA dan Akademisi.
"Belum sampai di Sesditjen SDA. Dan belum masuk dalam Prolegnas, karena masih fokus ke RUU Cipta Kerja,” kata Roga, sapaan akrab Sesditjen SDA dalam keterangan tertulis yang diterima Tajuknews.com, Selasa (4/8/2020).
Namun, Roga menyampaikan pihaknya tetap menyusun RPP turunan UU 17 Tahun 2019 tentang SDA itu. “Mudah-mudahan Desember bisa dibahas di tingkat Kementerian dan Lembaga. Tahun 2021 proses harmonisasi,” lanjutnya.
Sesuai arahan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, pihaknya diminta untuk tetap menyiapkan RPP terlebih dahulu. Baru setelah UU Cipta Kerja disahkan, RPP tersebut akan disesuaikan menjadi PP. "Sementara ini publik memakai aturan yang ada, baik PP maupun Permen PUPR,” terangnya.
Pembahasan RPP Undang-Undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) akan melewati tiga tahapan sebelum disahkan pada 16 Oktober 2021 mendatang. Ketiga tahapan itu meliputi tahap pertama di internal Ditjen SDA dan Ditjen Cipta Karya dengan melibatkan akademisi, kedua di internal Kementerian PUPR, dan ketiga tahap harmonisasi dengan melibatkan praktisi, akademisi, asosiasi, dan lain-lain.
Mengenai urutannya, Roga mengatakan bahwa untuk pengusaha swasta dan perorangan itu berada pada urutan paling terakhir dengan kajian yang ketat.
Terkait adanya 23 pasal dari UU No.17 Tahun 2019 tentang SDA yang terkena dampak akan dihapuskan dengan munculnya RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas di Baleg DPR saat ini, Roga mengatakan pihaknya terus menyusun RPP berdasarkan UU yang sah. Sembari menunggu RUU Cipta Karya selesai dibahas.
"Nanti jika RUU-nya sudah disahkan, kita tinggal sesuaikan. Itu supaya kita tidak kehilangan waktu”.
Tapi Roga menyampaikan pihaknya juga sedang berkoordinasi dalam penyusunan RPP Cipta Kerja. Di antaranya menyusun Kebijakan Nakal PSDA dan Anggota Dewan SDA Nasional.
Roga menuturkan ada 4 RPP turunan UU No.17 Tahun 2019 tentang SDA yang akan dibuat. Di antaranya RPP Pengelolaan Sumber Daya Air ( PSDA), RPP Sumber Air (PP SA), RPP Irigasi yang akan dibahas di Ditjen SDA, serta RPP Sistem Penyediaan Air Minun (SPAM) yang dibahas di Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR.
Menurut Roga, ada 19 poin penting yang akan dimuat dalam keempat RPP itu nantinya. Poin pertama, PP itu harus memuat hak rakyat atas air. Poin ini terkait Bab III UU SDA mengenai Penguasaan Negara dan Hak Rakyat Atas Air khususnya pasal 8 ayat (7).
Kedua, mengenai penggunaan sumber daya air, yaitu untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha untuk kebutuhan pokok sehari-hari melalui SPAM. “Ini juga terkait Bab III UU SDA di pasal 8 ayat (8),” katanya.
Ketiga, terkait penugasan pemerintah pusat kepada BUMN di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) . Poin ini terkait dengan Bab IV UU SDA tentang Tugas dan Wewenang khususnya pasal 19 ayat (5). Selanjutnya keempat, PP juga harus memuat mengenai penyerahan dan pengambilan tugas dan wewenang. Poin ini terkait dengan Bab IV UU SDA di pasal 20 ayat (3).
Kelima, PP harus memuat kriteria dan tata cara penetapan Wilayah Sungai (WS). Poin ini terkait dengan Bab V tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) pasal 22 ayat (5). Keenam, menyangkut konservasi SDA yang merupakan pelaksanaan dari Bab V UU SDA pasal 27.
Ketujuh, PP harus memuat mengenai pendayagunaan SDA, terkait Bab V UU SDA pasal 34. Kemudian kedelapan yang harus dimuat dalam PP adalah pengendalian daya rusak air, pelaksanaan dari Bab V pasal 37.
Sembilan, mengenai penyusunan pola, rencana, program rencana kegiatan PSDA, terkait Bab V pasal 39 ayat (8). Poin ke-10 soal ijin kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri untuk melaksanakan kegiatan konstruksi prasarana SDA dan pelaksanaan nononstruksi, terkait Bab V Pasal 40 ayat (6).
Poin 11, PP harus memuat soal pelaksanaan OP SDA. Poin ini terkait pasal 41 ayat (5) UU SDA. Poin 12 yaitu tentang pemantauan dan evaluasi PSDA. Poin ini terkait dengan Bab V pasal 43 ayat (5) UU SDA.
Selanjutnya poin 13 soal ijin penggunaan SDA untuk kebutuhan bukan usaha, kebutuhan usaha, BUMN, BUMD, BUMDes, Koperasi, Badan Usaha Swasta, dan perorangan. Poin ini terkait Bab VI soal perijinan khususnya pasal 53 UU SDA.
Poin 14 soal SISDA yang terkait Bab VII SISDA di pasal 54 ayat (7). Poin 15, PP harus memuat mengenai pengawasan PSDA. Poin ini terkait Bab IX soal Pendanaan yaitu di pasal 60.
Poin 17, PP juga harus memuat tata cara pelaporan dan pengaduan. Poin ini terkait Bab X mengenai hak dan kewajiban , yaitu di pasal 62 ayat (2). Poin 18 akan diatur mengenai kewajiban masyarakat menggunakan SDA, Poin ini juga terkait Bab X di pasal 62 ayat (2). Di poin 19, PP akan mengatur soal pertisipasi masyarakat dalam PSDA, seperti konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan, dan/atau keterlibatan lain sesuai peratuan UU. Poin ini terkait dengan Bab XI mengenai partisipasi masyarakat, yaitu di pasal 63 ayat (4).
“Itulah poin-poin pembuatan PP turunan UU 17 Tahun 2019 yang akan kita bahas nantinya,” pungkasnya.
©Sonny/Tajuknews.com/08/2020.