“Kalau dari persidangan tadi justru kita semakin yakin bahwasanya memang terjadi proses-proses yang bertentangan dengan hukum, bertentangan dengan undang-undang," ujar Denny.
Denny menyebut bahwa dari keterangan saksi yang dihadirkan tergugat, mengakui bahwa perubahan aset milik Yarusi menjadi Yarusif dilakukan dengan cara yang melanggar hukum.
Untuk itu, dia mengatakan tidak terlalu bereaksi, karena merasa apa yang disampaikan oleh saksi merupakan bukti pelanggaran yang nantinya akan diperkuat dengan saksi ahli dan juga kesimpulan diakhir persidangan.“Tentunya harus ada likuidasi dan itu yang menunjukpun pemerintah, menunjuk kepada yayasan yang serupa tetapi hal itu tidak dilakukan,” ungkapnya.
Terkait NPWP yang berkali-kali disebut dalam persidangan, dijelaskannya bahwa dalam persidangan diakui secara tegas oleh pihak pembina Yarusif bahwa proses peralihan NPWP tersebut terjadi sebelum ada akta pendirian Yarusif.
“Contoh kecil ini kan sebuah yayasan yang bukan milik pribadi yang hanya butuh keiklasan saja tetapi secara hukumnya harus diperhatikan walaupun ada keiklasan antara pembina yang lama dengan pembina yang baru tetapi kalau hal itu dilakukan dengan tidak sesuai dengan aturannya dalam hal ini undang-undang yayasan tentunya hal itu menjadi keliru dan salah dan sekarang kita menyampaikan yang benarnya seperti apa,” terangnya.
“Kalau memang itu mengelak, untuk itu ya silahkan, tetapi dalam hal ini tentu ya kita menempuhnya proses hukum, tentunya sandaran kita adalah sandaran hukum,” tambahnya.
"Denny menekankan, ketika yayasan akan diambil alih maka harus mengikuti prosedur yang berlaku.
“Semestinya pada saat mengurus balik nama NPWP ini tidak menggunakan syarat apa-apa, mungkin karena kedekatan atau apa bisa jadi, tapi sejatinya kalau seandainya itu dilakukam dengan prosedur harusnya ada aktanya dulu, sekarang bagaimana mungkin bisa meyebutkan badan hukumnya sementara badan hukumnya belum lahir,” pungkasnya.
Sonny/tajuknews.com/@tjk2019.